perempuan yang mendobrak feodalisme
Berbicara tentang Kartini memang tidak akan ada habisnya. Dia dikenal sebagai pahlawan emansipasi dan berjasa bagi kebebasan perempuan, kebebasan yang bukan hanya bebas dari kungkungan adat jawa yang begitu saklek, tetapi adat istiadat feodal yang menarik garis pemisah antara kaum laki-laki dan perempuan.
Sehingga, muncul pemikiran mengenai masalah pendidikan yang nantinya akan merobohkan sendi-sendi adat feodalisme, kemudian membuat kaum perempuan bebas memperoleh pendidikan.
Pemikiran Kartini yang ada dalam kumpulan surat-suratnya, sejatinya adalah sebuah konsep tentang pendidikan dan pembelajaran terhadap kaum perempuan.
Kartini adalah tokoh pejuang emansipasi wanita, seorang yang memperjuangkan pendidikan terutama bagi kaum perempuan.
Pada saat itu, rakyat Indonesia berada dalam kondisi yang memprihatinkan, mereka hidup dalam kemiskinan dan kebodohan akibat politik tanam paksa yang diterapkan oleh pihak Belanda.
Belum lagi ditambah dengan adanya adat dan tradisi feodalisme yang masih melekat pada masyarakat di Jawa.
Menurut Ira dan Milastri dalam buku Perempuan Pembelajar, ada banyak sebab terjadinya diskriminasi terhadap perempuan. Baik secara teologis, filosofis, maupun kultural.
Seperti, masih kentalnya budaya patriarki, karena sejak lama masyarakat telah didominasi oleh kebudayaan patriarkal dan menganggap perempuan sebagai makhluk tak berdaya.
Lewat surat-suratnya, Kartini mencoba mendiskusikan segenap gejolak batin dalam dirinya kepada sahabat-sahabatnya di luar negeri.
Balqis Khayyirah dalam buku Perempuan-perempuan yang Mengubah Wajah Dunia, menulis Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa.
Baca Juga:
- Organisasi Islam Ini Merespons Persoalan Perempuan
- KemenPPPA : Sebanyak 53 Persen Tenaga Kerja Perempuan Alami Kesenjangan Gender
- Khasiat Daun Kelor untuk Perempuan, Bisa Mempercantik Kulit
Sehingga timbul keinginan untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah kala itu.
Dalam kaitan ini, pengalaman Kartini menjadi penting untuk diperhatikan. Dia adalah saksi dari munculnya sebuah kesadaran baru di kalangan perempuan dan masyarakat Indonesia secara umum, tentang kemajuan perempuan yang tumbuh menyusul kebijakan politik etis.
Kartini memang mewarisi semangat pembaharuan pendidikan dari Abendanon. Ini ditandai bukan hanya dari kedekatannya dengan salah seorang tokoh politik etis tersebut, tetapi yang terpenting adalah hasratnya yang besar bagi kemajuan kaum perempuan.
Lebih dari itu, sejalan dengan pemikiran Abendanon, Kartini memilih pendidikan sebagai jalur yang harus ditempuh perempuan untuk memperoleh pengakuan sejajar dengan laki-laki.
Dalam kaitan inilah, dia diakui sebagai simbol dari awal gerakan emansipasi perempuan di Indonesia, dia menjadi pelopor kebangkitan perempuan Indonesia.
Kartini datang membawa pembaharuan bagi bangsa Indonesia. Ide dan gagasan-gagasan Kartini telah membawa bangsa Indonesia ke arah modernisasi.
Menurut Kartini, salah satu upaya untuk terbebas dari kemiskinan dan kebodohan, meningkatkan harkat dan derajat manusia adalah dengan pendidikan.
Bagi Kartini, pendidikan merupakan hal yang sangat penting terutama bagi kaum perempuan yang pada saat itu tidak diijinkan untuk bersekolah. Ide dan pemikirannya terus hidup dalam masyarakat.
Hal ini dapat terlihat dari adanya masyarakat yang ingin meningkatkan harkat dan martabat mereka dengan memiliki pendidikan yang lebih tinggi.
Meskipun Kartini tidak berjuang secara fisik, tetapi Kartini telah mengemukakan ide-ide pembaharuan bagi masyarakat dan bangsanya.
Sejarah dunia seringkali membuktikan bahwa dengan lahirnya ide-ide pembaharuan tidak jarang telah membawa kepada perbaikan dan kemajuan.
Penting ditekankan, bahwa perkembangan gagasan kemajuan yang menjadi cita-cita bersama bangsa Indonesia saat itu, memang didukung teknologi cetak yang sudah diperkenalkan pihak kolonial.
Di samping faktor pendidikan, perkembangan teknologi cetak telah memainkan peran sangat penting dalam pembentukan wacana sosial-intelektual di Indonesia.
Media cetak telah menjadi sarana efektif bagi perkembangan dan penyebaran gagasan. Hal ini disebabkan gagasan-gagasan Kartini disebarkan melalui tulisan-tulisan yang terbit di berbagai surat kabar, yang memang telah berkembang pesat di Indonesia saat itu.
Tulisan-tulisan Kartini tidak saja dibaca oleh sahabat-sahabat sebangsa, tetapi juga dari bangsa lain, khususnya Belanda.
Kartini adalah figur seorang wanita idealis yang visioner, saat kaum perempuan di Jawa terkungkung oleh sistem kebudayaan yang membatasi ruang gerak mereka.
Para perempuan hanya dianggap sebagai “pemeran pembantu” yang menjalankan perannya sebagai konco wingking dengan tugas utama melahirkan anak dan melayani suami. Sementara Kartini, tidak sependapat dengan kultural tersebut.
Ia mendambakan dan memperjuangkan nasib perempuan supaya dapat mengaktualisasikan diri secara penuh melalui pendidikan yang maksimal.
Kemampuannya dalam membagi visi, melakukan lobi-lobi, dan membina kerja sama dengan para penguasa yang pro-rakyat terbukti telah melahirkan proyek-proyek pendidkan nyata yang terukur untuk kepentingan rakyat.
Semasa hidupnya, ia mampu memberikan arti dan semangat tersendiri dalam perjuangan kaum perempuan untuk meraih persamaan.
Melalui hobinya menulis dan membaca serta mencari informasi atau tukar pikiran dengan rekan-rekannya di Belanda, ia juga memberikan spirit bagi tokoh-tokoh perempuan di Indonesia.
Kartini telah memberikan inspirasi kepada banyak perempuan di dunia, bahkan Eleanor Roosevelt pun terkesan setelah membaca terjemahan kumpulan surat-surat Kartini, Leeters of a Javanese Princess.
Bagi Eleanor, gagasan-gagasan yang ditemukannya dalam surat-surat itu sangat menggugah hati nuraninya.
Perjuangan Kartini adalah perjuangan dengan memberikan semangat dan pemikiran bagi bangsa Indonesia, terutama kaum perempuan, untuk bisa maju seperti laki-laki dalam segala bidang, khususnya dalam mengejar pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Saat itu, perempuan hanyalah bertugas menjalankan kodratnya saja, tanpa diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Mengingat, setiap manusia diberikan potensi masing-masing yang menyertai dirinya.
Potensi inilah yang pada akhirnya berkembang menjadi suatu kemajuan dalam ilmu pengetahuan di muka bumi.
Semangat dan buah dari pemikirannya masih dapat kita rasakan hingga saat ini. Berkat kegigihannya, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan selanjutnya di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon, dan daerah-daerah lainnya.
Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”. Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Devennter, seorang tokoh Politik Etis.
Dengan refleksi semangat dan pemikiran Kartini, kita juga dapat meneruskan perjuangannya untuk mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan.
Masih banyak hal yang bisa kita lakukan, tentunya dengan melihat potensi yang ada pada diri kita. Tidak hanya dalam rumah tangga, lingkungan sekitar, tetapi juga dalam organisasi dan ruang kerja.
Yang jelas kaum perempuan saat ini tidak harus minder atau malu dengan keterbatasannya, tetapi lebih bisa mengedepankan potensi yang dimilikinya, sehingga bisa menatap masa depan yang lebih cerah.